Sabtu, 02 Juni 2012

"BERTAUBATLAH, KARENA KERAJAAN SURGA BERADA DI TANGANMU"

"BERTAUBATLAH, KARENA KERAJAAN SURGA BERADA DI TANGANMU"

Perkataan itu mula-mula diucapkan oleh Yohanes si Pembaptis dengan mengacu
kepada kedatangan Nabi Isa. Tetapi terpisah dari itu, terdapat makna
spiritual dari perkataan, "Kerajaan Surga."

Semua hal yang dimiliki seseorang merupakan bagian dari kerajaannya, baik
berupa harta maupun kekuasaan. Kerajaan Surga berarti kepemilikan yang
sempurna atas sesuatu, bila sesuatu itu sendiri kecukupan. Seorang darwis
terkenal di Gwalior, Mohammad Ghauth, suatu ketika duduk di hutan tanpa
busana, dan hanya makan makanan yang diantarkan kepadanya. Ia berada dalam
kemiskinan dalam pandangan dunia, tetapi ia dihormati semua orang. Suatu
masa yang buruk menghampiri Gwalior. Negara itu terancam musuh yang kuat
dengan tentara yang besarnya dua kali lipat dari tentara Gwalior. Dalam
keadaan terjepit, penguasa negeri itu mencari Mohammad Ghauth. Darwis itu
mula-mula minta agar tidak diganggu, tetapi karena Maharaja memaksa,
akhirnya ia berkata, "Tunjukkan mana tentara yang mengancammu." Mereka
membawanya ke luar kota untuk melihat tentara berjumlah besar yang bergerak
maju.

Mohammad Ghauth melambaikan tangannya dan mengulang-ulang kata, Maktul
(lenyaplah). Maka tentara Maharaja Gwalior tampak sangat banyak di mata
tentara penyerang, sehingga mereka ketakutan dan lari. Sufi ini adalah
pemilik Kerajaan Surga. Kuburannya kini berada di dalam sebuah istana, dan
para raja di dunia datang untuk bersujud.

Kerajaan Surga berada di dalam hati orang-orang yang berkesadaran Allah. Hal
ini diakui di Timur, dan penghormatan besar selalu ditunjukkan kepada
orang-orang suci.

Sufi Sarmad, yang tenggelam dalam visi Yang Maha Esa, hidup dalam masa
Aurangzeb, kaisar Moghul. Aurangzeb menuntut agar Sufi Sarmad datang ke
masjid negara. Karena menolak, ia dipenggal kepalanya atas perintah kaisar.
Sejak saat itu Moghul mengalami keruntuhan. Kisah ini menunjukkan bahwa
pemilik Kerajaan Surga, meskipun sudah mati, mampu meruntuhkan kerajaan di
bumi.

Hal yang sama kita temukan dalam kisah Krishna dan Arjuna. Arjuna dan
keempat saudaranya harus bertempur sendirian melawan musuh yang besar.
Pangeran itu mencari Allah, dan ingin melepaskan kerajaan, tetapi Krishna
berkata, "Tidak, terlebih dulu engkau harus memenangkan kembali [kerajaan]
yang telah dirampas darimu, dan setelah itu datanglah kepadaku." Dan kisah
itu berjalan bagaimana Krishna sendiri mengemudikan kereta perang Arjuna,
dan musuh-musuh Arjuna dikalahkan, karena pemilik Kerajaan Surga bersama
dengan Arjuna.

Dari sudut pandang metafisik, Kerajaan Surga dapat diperoleh melalui
penyesalan dan taubat. Bila kita telah menyakiti seorang teman dan ia
berbalik dari kita, dan kita dengan tulus minta maaf, hatinya akan lumer
terhadap kita. Sebaliknya, bila kita menutup hati kita, ia akan menjadi
beku. Menyesal dan minta maaf tidak hanya melumerkan hati orang yang kita
sakiti, tetapi juga mereka di alam ghaib. Perkataan ini dapat juga
dijelaskan secara ilmiah. Kehangatan itu melumerkan, dan dingin itu
membekukan. Tetesan air yang jatuh pada tempat yang hangat dan di tempat
yang dingin berakibat berlainan. Tetesan air di tempat hangat menyebar dan
menjadi semakin besar, menutupi ruang yang lebih luas, sementara tetesan di
tempat dingin akan membeku dan tidak menyebar. Penyesalan berakibat seperti
tetesan di tempat hangat: ia menyebabkan hati mengembang dan menjadi
universal, sementara pengerasan hati mengakibatkan pembatasan.

Buih tak berumur panjang; ia segera pecah, tetapi pecahnya buih mendatangkan
lautan besar. Demikian pula kita. Bila dengan kehangatan hati kita dapat
memecah diri kita yang terbatas, kita melebur ke dalam Yang Esa, yang tak
berbatas. Ketika kerajaan kita yang terbatas lenyap dari pandangan kita,
kita mewarisi Kerajaan Allah.

diterjemahkan oleh R. Sunarman [ rasyid@indo.net.id ]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar