Sabtu, 02 Juni 2012

PEMAHAMAN TAREKAT


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Mohon Maaf bagi yang pernah membacanya. Semoga Hidayah
dari Allah SWT tak akan pernah putus jua datang ke
kita, Amin Ya Rabbal 'Alamin.

TAREKAT
Makna Tarekat secara harfiah adalah petunjuk, jalan,
cara atau metode. Apabila dikaitkan dengan bidang
Tasawuf, menurut Syeikh Najmuddin dalam bukunya
Jami'ul Auliya dapat diuraikan bahwa, "Syari'at adalah
himpunan peraturan, Tarekat adalah cara pelaksanaan,
Hakikat adalah keadaan, dan Makrifat adalah tujuan
akhirnya".
Untuk memperkuat uraian tersebut, Syeikh Najmuddin
memberi contoh tentang bersuci (mensucikan diri).
Menurut Syari'at Islam, bersuci dilakukan dengan air
atau tanah (Tayammum). Akan tetapi ada tingkatan yang
lebih tinggi dari bersuci yang tidak menyimpang dari
Syari'at, bahkan menyempurnakannya, yakni melakukan
bersuci secara Tarekat dengan membersihkan diri kita
dari hawa nafsu. Dengan demikian kebersihan itu
dilakukan secara Hakikat, yaitu mengosongkan hati dari
segala sesuatu yang bersifat selain Allah SWT.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
Tarekat dalam Tasawuf adalah suatu petunjuk yang harus
dilaksanakan oleh setiap calon sufi untuk mencapai
tujuannya, yakni berada di hadirat Allah SWT. Tanda
tercapainya tujuan itu adalah tidak adanya hijab,
dinding yang membatasi mata batin seseorang dengan
Allah SWT.

Sebelum mencapai tujuan itu, calon sufi harus melalui
beberapa tahapan:

1. Tobat
Memohon ampunan dari Allah SWT atas dosa-dosanya baik
yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

2. Zuhud
Sikap hidup yang tidak terlalu mencintai kesenangan
duniawi baik itu berupa kedudukan, materi dan lain
sebagainya.

3. Ridha
Menerima segala takdir dari Allah SWT dengan senang
hati. Ciri-ciri orang yang ridha kepada Allah SWT
antara lain tidak pernah menyesali nasibnya sekalipun
sangat buruk dan tidak pernah berkeluh-kesah ketika
ditimpa musibah.

4. Mahabbah
Mencintai Allah dalam arti mematuhi segala perintah
dan menjauhi segala larangan-Nya dalam keadaan senang
maupun duka.

5. Makrifatullah
Mengenal Allah SWT dengan hati nurani. Jika seseorang
sudah mencapai tahap terakhir, maka ia telah menjadi
sufi.

Mencapai tingkatan sufi memang tidak gampang. Tahap
demi tahap yang harus dilaluinya cukup berat. Oleh
karena itu setiap Tarekat yang diakui sah oleh ulama
memiliki lima dasar pencapaian tujuan, yaitu:

1. Menuntut ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
semua perintah Allah SWT.

2. Mendampingi guru dan teman-teman sesama Tarekat
untuk melihat bagaimana cara melakukannya.

3. Meninggalkan segala rukhsah (keringanan atau
kemudahan buat yang tidak mampu memenuhi
syarat-rukunnya ibadah karena suatu sebab) dan ta'wil
(menafsirkan makna ayat-ayat yang memiliki beberapa
pengertian tersembunyi).

4. Memelihara diri dan memanfaatkan waktu dengan
segala zikir, wirid dan doa, guna mempertebal khusyu
dan hudur.

5. Mengekang diri dari segala hawa nafsu negatif agar
terhindar dari segala kemaksiatan dan kesalahan.


A. SULUK

Dalam praktek Tarekat dikenal istilah suluk, yakni
latihan dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai
suatu keadaan tertentu yang dilakukan oleh orang
salik, orang yang melakukan Tarekat tersebut.

Perlu diketahui bahwa Tarekat bertujuan mempelajari
kesalahan-kesalahan diri baik yang berkaitan dengan
amal ibadah maupun dengan pergaulan sehari-hari dengan
sesama manusia, kemudian berniat dan berusaha
semaksimal mungkin untuk memperbaikinya. Usaha
memperbaiki diri ini dilakukan oleh seorang guru, yang
kerap disebut syekh atau mursyid. Mengingat kesalahan
orang yang mulai menekuni Tarekat itu bermacam-macam,
maka usaha perbaikan yang diterapkan oleh syekh atau
mursyid tadi juga bermacam-macam. Dengan kata lain
jalan menuju tingkata sufi itu bermacam-macam.

Apabila diketahui seorang murid memiliki sifat tak
terpuji dalam bergaul dengan sesama manusia dan
senantiasa membanggakan diri, keturunan, kedudukan dan
sebagainya, maka sang mursyid atau guru mengajarkan
cara memperbaiki kesalahan dengan menyuruhnya memilih
suluk yang dinamakan thariqul khidmah wa bazlul jah,
yaitu mendidik murid agar sedikit demi sedikit
memperoleh kegemaran dalam berbuat kebajikan terhadap
sesama manusia dan menjauhi sifat membanggakan diri
dari segala sesuatu yang dimiliki.

Ada juga mursyid yang menganjurkan muridnya memilih
suluk 'jalan ibadah', yaitu memperbaiki kualits
praktik beribadah kepada Allah SWT meningkatkan
volumenya demi tercapainya kesempurnaan. Oleh karena
itu murid yang memilih suluk ini sibuk dengan air
wudhu, shalat, wirid dan zikir serta mengamalkan
ibadah-ibadah sunnah.

Kemudian ada suluk yang dinamakan thariqul mujahaidat
wa rukubil ahwat, yakni melatih murid agar hanya takut
pada Allah SWT, sehingga ia berani membenarkan yang
benar dan memperjuangkannya serta berani menyalahkan
yang salah dan menumpasnya. Suluk semacam ini
diajarkan kepada orang-orang yang memiliki sifat
pengecut dan penakut dalam menghadapi ketidakadilan.

Ada beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam suluk,
yaitu:

1. Seorang murid bertobat di depan mursyid dan
menyerahkan diri kepadanya untuk menyempurnakan segala
amalan dalam suluknya.
Acara ini dilakukan sebagai suatu upacara, kadang
dihadiri oleh beberapa orang. Inilah yang sering
disebut tahkim. Dalam tahkim dibaca lafadz basmalah,
dua kalimat syahadat, ayat-ayat Al-Quran yang berisi
wasiat agar tahut kepada Allah, mengaku rela ber-Tuhan
Allah, rela beragama Islam, rela bernabi Muhammad,
kemudian berbai'at (sumpah untuk selalu patuh pada
janji yang selalu diucapkannya) dan ber-syeikh kepada
orang yang menjadi gurunya. Setelah itu sang mursyid
meminta para hadirin membacakan kalimat Fatihah untuk
si murid.

2. Berbekal takwa, yaitu takut kepada Allah dengan
sesungguhnya.
Dalam hal ini mursyid menekankan arti takwa, dengan
menganjurkan untuk melaksanakan taat secara lahir
batin dan meninggalkan segala macam maksiat lahir
batin.

3. Memelihara zikir, yang menurut Abu Ali Ad-daqdaq
merupakan pedang bagi seorang murid untuk membasmi
musuh-musuhnya yaitu hawa nafsu dan setan.
Selain itu menurut Abdul Wahab Asy-Sya'rani - Tarekat
terkenal - berzikir secara terus-menerus dapat
menghilangkan penyakit-penyakit hati seperti angkuh,
sombong, ria, iri dan sebangsanya.

4. Memelihara himma, yaitu kesungguhan hati dan tekad
untuk menjalani suluk secara terus-menerus tanpa
merasa lelah agar dapat mencapai martabat yang tinggi
yang dapat membawanya kepada maqam-maqam yang mulia,
yaitu maqam-maqam wali Allah dan Arifin.

5. Mentaati guru yang mengetahui jalan kepada Allah
SWT dan membimbingnya mencapai tujuan tersebut.

6. Mendirikan seluruh amal ibadah yang wajib dan yang
sunnah.
Dengan demikian seseorang yang mengikuti Tarekat
haruslah menguasai sepenuhnya pengetahuan tentang
Syari'at.

Selain menjalankan kewajiban di atas, bila dianggap
perlu, mursyid menganjurkan muridnya untuk menjalankan
beberapa keharusan lain, yaitu:

1. Menahan lapar dan haus dengan mengurangi makan dan
minum.
Tujuannya untuk membersihkan hati dan menolak godaan
syetan. Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda
pada Aisyah, "Sempitkan lorong lalu-lintas setan
dengan menahan lapar."

2. Mengurangi tidur dan memperbanyak beribadah di
malam hari.
Banyak tidur mengakibatkan hati mati dan pikiran
tumpul.

3. Memelihara sammat, yakni berdiam diri, berbicara
seperlunya.
Dikecualikan apabila berbicara dalam hal menerangkan
tentang masalah-masalah agama, misalnya seperti
memberi nasihat.


B. MACAM-MACAM TAREKAT

Jumlah Tarekat yang diakui kebenarannya cukup banyak,
akan tetapi yang memiliki anggota sampai kini antara
lain tinggal tujuh macam, yaitu:

1. Tarekat Khalawatiyah
2. Tarekat Naksyabandiyah
3. Tarekat Qadiriyah
4. Tarekat Rifa'yah
5. Tarekat Sammaniyah
6. Tarekat Syaziliyah
7. Tarekat Tijaniyah

Berikut uraian atas seputar Tarekat tersebut:

1. TAREKAT KHALAWATIYAH

Cabang dari Tarekat Aqidah Suhrardiyah yang didirikan
di Baghdat oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar
Suhrawardi. Mereka menamakan diri golongan Siddiqiyah
karena mengklaim sebagai keturunan kahlifah Abu Bakar
r.a. Khalawatiyah ini didirikan di Khurasan oleh
Zahiruddin dan berhasil berkembang sampai ke Turki.
Tidak mengherankan jika Tarekat Khalawatiyah ini
banyak cabangnya antara lain; Tarekat Dhaifiyah di
Mesir dan di Somalia dengan nama Salihiyah.

Tarekat Khalawatiyah ini membagi manusia menjadi tujuh
tingkatan:

a. Manusia yang berada dalam nafsul ammarah
Ialah mereka yang jahil, kikir, angkuh, sombong,
pemarah, gemar kepada kejahatan, dipengaruhi syahwat
dan sifat-sifat tercela lainnya. Mereka ini bisa
membebaskan diri dari semua sifat-sifat tidak terpuji
tersebut dengan jalan memperbanyak zikir kepada Allah
SWT dan mengurangi makan-minum. Maqam mereka adalah
aghyar, artinya kegelap-gulitaan.

b. Manusia yang berada dalam nafsul lawwamah
Ialah mereka yang gemar dalam mujahaddah (meninggalkan
perbuatan buruk) dan berbuat saleh, namun masih suka
bermegah-megahan dan suka pamer. Cara untuk
melenyapkan sifat-sifat buruk tersebut adalah
mengurangi makan-minum, mengurangi tidur, mengurangi
bicara, sering menyendiri dan memperbanyak zikir serta
berpikir yang baik-baik. Maqam mereka adalah anwar,
artinya cahaya yang bersinar.

c. Manusia yang berada dalam nafsul mulhamah
Ialah mereka yang kuat mujahaddah dan tajrid, karena
ia telah menemui isyarat-isyarat tauhid, namun belum
mampu melepaskan diri dari hukum-hukum manusia. Cara
untuk melepaskan kekurangannya adalah dengan jalan
menyibukkan batinnya dalam Hakikat Iman dan
menyibukkan diri dalam Syari'at Islam. Maqam mereka
adalah kamal, artinya kesempurnaan.

d. Manusia yang berada dalam nafsul muthma'innah
Ialah mereka yang tidak sedikit pun meninggalkan
ajaran Islam, mereka merasa nyaman jika berakhlak
seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan
merasa belum tentram hatinya jika belum mengikuti
petunjuk dan sabda Beliau. Manusia seperti ini sangat
menyenangkan siapa pun yang melihatnya dan mengajaknya
berbicara.

e. Manusia yang berada dalam nafsul radhiyah
Ialah mereka yang sudah tidak menggantungkan diri
kepada sesama manusia, melainkan hanya kepada Allah
SWT. Mereka umumnya sudah melepaskan sifat-sifat
manusia biasa. Maqam mereka adalah wisal, artinya
sampai dan berhubungan.

f. Manusia yang berada dalam nafsul mardhiyah
Ialah mereka yang telah berhasil meleburkan dirinya ke
dalam kecintaan khalik dan khalak, tidak ada
penyelewengan dalam syuhudnya. Ia menepati segala
janji Tuhan dan meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya. Maqam mereka adalah tajalli af'al, artinya
kelihatan Tuhan.

g. Manusia yang berada dalam nafsul kamillah
Ialah mereka yang dalam beribadah menyertakan
badannya, lidahnya, hatinya dan anggota-anggota
tubuhnya yang lain. Mereka ini banyak beristighfar,
banyak ber-tawadhu' (rendah hati atau tidak suka
menyombongkan diri). Kesenangan dan kegemarannya
adalah dalam tawajjuh khalak. Maqam mereka adalah
tajalli sifat, artinya tampak nyata segala sifat
Tuhan.

2. TAREKAT NAKSYABANDIYAH

Pendiri Tarekat Naksyabandiyah ialah Muhammad bin
Baha'uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (717-791 H). Ulama
sufi yang lahir di desa Hinduwan - kemudian terkenal
dengan Arifan, beberapa kilometer dari Bukhara.
Pendiri Tarekat Naksyabandiyah ini juga dikenal dengan
nama Naksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli
dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib.
Kata 'Uwais' ada pada namanya, karena ia ada hubungan
nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan
kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani
yang juga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada
ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.


Tarekat Naksyabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang
sangat sederhana, namun lebih mengutamakan zikir dalam
hati daripada zikir dengan lisan.

Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk
mencapai tujuan dalam Tarekat ini, yaitu:
a. Tobat
b. Uzla
Yaitu mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang
dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran Allah dan
beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu
memperbaikinya.
c. Zuhud
d. Taqwa
e. Qanaah
Yaitu menerima dengan senang hati segala sesuatu yang
dianugerahkan oleh Allah SWT.
f. Taslim

Hukum yang dijadikan pegangan dalam Tarekat
Naksyabandiyah ini juga ada enam, yaitu:
a. Zikir
b. Meninggalkan hawa nafsu
c. Meninggalkan kesenangan duniawi
d. Melaksanakan segenap ajaran agama dengan
sungguh-sungguh
e. Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk
Allah SWT
f. Mengerjakan amal kebaikan

3. TAREKAT QADIRIYAH

Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir
Jailani, seorang ulama yang zahid, pengikut mazhab
Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan
suluk dan latihan-latihan kesufian di Baghdad.
Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh
anak-anaknya antara lain Ibrahim dan Abdul Salam.
Sebagaimana Tarekat yang lain, Qadiriyah juga memiliki
dan mengamalkan zikir dan wirid tertentu.

Sejak kecil, Syeikh Abdul Qadir telah menunjukkan
tanda-tanda sebagai Waliyullah yang besar. Ia adalah
anak yang sangat berbakti pada orang tua, jujur, gemar
belajar dan beramal serta menyayangi fakir miskin dan
selalu menjauhi hal0hal yang bersifat maksiat. Ia
memang lahir dan dididik dalam keluarga yang taat
karena ibunya yang bernama Fatimah dan kakeknya
Abdullah Sum'i adalah wali Allah SWT.

Syeikh Abdul Qadir Jailani dikaruniai oleh Allah SWT
keramat sejak masih muda, sekitar usia 18 tahun.
Dikisahkan dalam manaqib (biografi) beliau bahwa
ketika ia akan membajak sawah, sapi yang menarik bajak
mengatakan kepadanya, "Engkau dilahirkan ke dunia
bukan untuk kerja begini." Peristiwa yang mengejutkan
ini mendorongnya untuk bergegas pulang. Ketika ia naik
ke aatas atap rumah, mata batinnya melihat dengan
jelas suatu majelis yang sangat besar di Padang
Arafah. Setelah itu ia memohojn kepada ibunya agar
membaktikan dirinya kepada Allah SWT dan berkenan
mengirimkannya ke kota Baghdad yang kala itu menjadi
pusat ilmu pengetahuan yang terkenal bagi kaum
muslimin. Dengan sangat berat hati ibunya pun
mengabulkannya.

Suatu hari bergabunglah Abdul Qadir Jailani dengan
kafilah yang menuju Baghdad. Ketika hampir sampai di
tujuan, kafilah ini dikepung oleh sekawanan perampok.
Semua harta benda milik kafilah dirampas, kecuali
bekal yang dibawa oleh Abdul Qadir Jailani. Salah
seorang kawanan perampok kemudian mendatanginya dan
bertanya, "Apa yang engkau bawa?" Dengan jujur Abdul
Qadir Jailani menjawab, "Uang empat puluh dinar."

Perampok itu membawa Abdul Qadir Jailani menghadap
pimpinannya dan menceritakan tentang uang empat puluh
dinar. Pemimpin perampok itu pun segera meminta uang
yang empat puluh dinar tadi, namun ia merasa terpesona
oleh kepribadian Abdul Qadir Jailani. "Mengapa engkau
berkata jujur tentang uang ini?" Dengan tenang Abdul
Qadir Jailani, "Saya telah berjanji kepada ibu untuk
tidak berbohong kepada siapapun dan dalam keadaan
apapun.

Seketika pemimpin perampok tersebut terperangah,
sejenak kemudian ia menangis dan menyesali segala
perbuatan zalimnya. "Mengapa saya berani terus-menerus
melanggar peraturan Tuhan, sedangkan pemuda ini
melanggar janji pada ibunya sendiri saja tidak
berani." Ia kemudian memerintahkan semua barang
rampasan kepada pemiliknya masing-masing dan sejak itu
berjanji untuk mencari rezeki dengan jalan yang halal.


Semasa Abdul Qadir Jailani masih hidup, Tarekat
Qadiriyah sudah berkembang ke beberapa penjuru dunia,
antara lain ke Yaman yang disiarkan oleh Ali bin
Al-Haddad, di Syiria oleh Muhammad Batha', di Mesir
oleh Muhammad bin Abdus Samad serta di Maroko,
Turkestan dan India yang dilakukan oleh anak-anaknya
sendiri. Mereka sangat berjasa dalam menyempurnakan
Tarekat Qadiriyah. Mereka pula yang menjadikan tarekat
ini sebagai gerakan yang mengumpulkan dan menyalurkan
dana untuk keperluan amal sosial.

4. TAREKAT RIFAIYAH

Pendirinya Tarekat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad
bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat
Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber
lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M).
Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal
dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha'ihi,
seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada
pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang
lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang
Mazhab Fiqh Imam Syafi'i. Dalam usia 21 tahun, ia
telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan
khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang
untuk mengajar.

Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan
zikirnya yang dilakukan bersama-sama diiringi oleh
suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut
dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana
mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang
menakjubkan, antara lain berguling-guling dalam bara
api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempan
oleh senjata tajam.

5. TAREKAT SAMMANIYAH

Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan
Syeikh Muhammad Saman, seorang guru masyhur yang
mengajarkan Tarekat di Madinah. Banyak orang Indonesia
terutama dari Aceh yang pergi ke sana mengikuti
pengajarannya. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika
Tarekat ini tersebar luas di Aceh dan terkenal dengan
nama Tarekat Sammaniyah.

Sebagaimana guru-guru besar Tasawuf, Syeikh Muhammad
Saman terkenal akan kesalehan, kezuhudan dan
kekeramatannya. Salah satu keramatnya adalah ketika
Abdullah Al-Basri - karena melakukan kesalahan -
dipenjarakan di Mekkah dengan kaki dan leher di
rantai. Dalam keadaan yang tersiksa, Al-Basri menyebut
nama Syeikh Muhammad Saman tiga kali, seketika
terlepaslah rantai yang melilitnya. Kepada seorang
murid Syeikh Muhammad Saman yang melihat kejadian
tersebut, Al-Basri menceritakan, "kulihat Syeikh
Muhammad Saman berdiri di depanku dan marah. Ketika
kupandang wajahnya, tersungkurlah aku pingsan. Setelah
siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus."


Perihal awal kegiatan Syeikh Muhammad Saman dalam
Tarekat dan Hakikat, menurut Kitab Manaqib Tuan Syeikh
Muhammad Saman, adalah sejak pertemuannya dengan
Syeikh Abdul Qadir Jailani. Kisahnya, di suatu ketika
Syeikh Muhammad Saman berkhalwat (bertapa) di suatu
tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada
waktu itu datang Syeikh Abdul Qadir Jailani membawakan
pakaian jubah putih. "Ini pakaian yang cocok untukmu."
Ia kemudian memerintahkan Syeikh Muhammad Saman agar
melepas pakaiannya dan mengenakan jubah putih yang
dibawanya. Konon semula Syeikh Muhammad Saman
menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari
Rasulullah SAW menyebarkannya dalam kota Madinah.

Tarekat Sammaniyah juga mewiridkan bacaan zikir yang
biasanya dilakukan secara bersama-sama pada Malam
Jum'at di masjid-masjid atau mushalla sampai jauh
tengah malam. Selain itu ibadah yang diamalkan oleh
Syeikh Muhammad Saman yang diikuti oleh murid-muridnya
sebagai Tarekat antara lain adalah shalat sunnah
Asyraq dua raka'at, shalat sunnah Dhuha dua belas
raka'at, memperbanyak riadhah (melatih diri lahir
batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT) dan
menjauhkan diri dari kesenangan duniawi.

6. TAREKAT SYAZILIYAH

Pendiri Tarekat Syaziliyah adalah Abdul Hasan Ali
Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi besar. Menurut
silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin
Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia
dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan
Maghribi. Tentang arti kata "Syazili" pada namanya
yang banyak dipertanyakan orang kepadanya, konon ia
pernah menanyakannya kepada Tuhan dan Tuhan pun
memberikan jawaban, "Ya Ali, Aku tidak memberimu nama
Syazili, melainkan Syazz yang berarti jarang karena
keistimewaanmu dalam berkhidmat kepada-Ku.

Ali Syazili terkenal sangat saleh dan alim, tutur
katanya enak didengar dan mengandung kedalaman makna.
Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut orang-orang
yang mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dan
keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak ia
masih kecil. Apalagi setelah ia berguru pada dua ulama
besar - Abu Abdullah bin Harazima dan Abdullah
Abdussalam ibn Masjisy - yang sangat meneladani
khalifah Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib.

Dalam jajaran sufi, Ali Syazili dianggap seorang wali
yang keramat. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa ia
pernah mendatangi seorang guru untuk mempelajari suatu
ilmu. Tanpa basa-basi sang guru mengatakan kepadanya,
"Engkau mendapatkan ilmu dan petunjuk beramal dariku?
Ketahuilah, sesungguhnya engkau adalah salah seorang
guru ilmu-ilmu tentang dunia dan ilmu-ilmu tentang
akhirat yang terbesar." Kemudian pada suatu waktu,
ketika ingin menanyakan tentang Ismul A'zam kepada
gurunya, seketika ada seorang anak kecil datang
kepadanya, "Mengapa engkau ingin menanyakan tentang
Ismul A'zam kepada gurumu? Bukankah engkau tahu bahwa
Ismul A'zam itu adalah engkau sendiri?"

Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah
pengamalannya. Dengan kata lain tidak membebani
syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada
mereka diharuskan:

a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
b. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima
waktu, puasa Ramadhan dan lain-lain.
c. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
d. Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau
minimal seribu kali dalam sehari semalam dan
beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan
zikir-zikir yang lain.
e. Membaca shalawat minimal seratus kali
sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.

7. TAREKAT TIJANIYAH

Pendiri Tarekat Tijaniyah ialah Abdul Abbas bin
Muhammad bin Muchtar At-Tijani (1737-1738), seorang
ulama Algeria yang lahir di 'Ain Mahdi. Menurut sebuah
riwayat, dari pihak bapaknya ia masih keturunan Hasan
bin Ali bin Abu Thalib. Keistimewaannya adalah pada
saat ia berumur tujuh tahun, Konon Tijani sudah
menghapal Alqur'an, kemudian mempelajari pengetahuan
Islam yang lain, sehingga ia menjadi guru dalam usia
belia.

Ketika naik haji di Madinah, Tijani berkenalan dengan
Muhammad bin Abdul Karim As-Samman, pendiri Tarekat
Sammaniyah. Setelah itu ia mulai mempelajari ilmu-ilmu
rahasia batin. Gurunya yang lain dalam bidang Tarekat
ini ialah Abu Samghun As-Shalasah. Dari sinilah
pandangan batinnya mulai terasah. Bahkan konon dalam
keadaan terjaga ia bertemu Nabi Muhammad SAW yang
mengajarkan kepadanya beberapa wirid, istighfar dan
shalawat yang masing-masing harus diucapkan seratus
kali dalam sehari semalam. Selain itu Nabi Muhammad
SAW juga memerintahkan agar Tijani mengajarkan
wirid-wirid tersebut kepada semua orang yang
menghendakinya.

Wirid-wirid yang harus diamalkan dalam Tarekat
Tijaniyah sangat sederhana, yaitu terdiri dari
istighfar seratus kali, shalawat seratus kali dan
tahlil seratus kali. Semua wirid tersebut boleh
diamalkan dua waktu sehari yaitu pagi setelah Shalat
Shubuh dan sore setelah Shalat Ashar.


====================

Sumber:
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam; Edisi
Senior, Cetakan VIII, Penebar Salam, Jakarta,
September 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar