Sabtu, 02 Juni 2012

TASAWUF


TASAWUF

Tasawuf bukanlah sebuah agama, karena ia tak dibatasi oleh agama dan
kepercayaan yang menghasilkan keragaman agama di dunia. Pendeknya, tasawuf adalah suatu perubahan pandangan terhadap kehidupan, mirip dengan melihat sebuah kota dari pesawat terbang, kita melihat jalan-jalan yang kita ketahui dan kita lalui, tetapi belum pernah kita melihat sebuah kota secara keseluruhan dalam satu pandangan.

Seorang Sufi memandang kehidupan dengan menempatkan diri di atasnya. Bila seseorang menderita, bagaimana ia dapat mengurangi penderitaan orang lain? Bila seseorang telah memikul beban, bagaimana ia dapat mengangkat beban orang lain? Bila seseorang sedang berselisih, bagaimana ia dapat mendamaikan orang yang berkelahi? Karena itu, seorang Sufi menganggap perlu untuk hidup di dunia dan sekaligus tidak di dunia. Sementara para Yogi hidup di hutan atau gua-gua pegunungan, para Sufi hidup di dunia karena mereka menganggap bahwa untuk membangkitkan hati seseorang menjadi simpati manusia, seseorang
harus mengalaminya sendiri perjuangan dan tanggung jawab hidup di dunia, menyadari bahwa manusia hidup bukan untuk diri sendiri, dan kegembiraan terbesarnya terletak pada merasakan suka dan duka kehidupan bersama orang lain.

Proses memandang hidup dari bawah dan dari atas membuat pandangan menjadi tajam. Ia tidak hanya mengetahui hukum alam yang diketahui semua orang, tetapi juga mengetahui hukum ruhaniah yang bekerja di balik segala sesuatu, yang memberinya daya pandang tembus ke dalam benda-benda dan membangkitkan simpatinya terhadap orang lain.

Tuhan bagi seorang Sufi adalah satu-satunya Keberadaan. Gurunya adalah ruh pembimbing di dalam dirinya; kitab sucinya adalah tulisan alam,
masyarakatnya adalah seluruh umat manusia. Agamanya adalah cinta. Tiada Tuhan seseorang yang bukan Tuhannya, tiada guru spiritual seseorang yang bukan gurunya. Tak ada kitab suci yang tidak diterimanya, karena ia adalah penyembah cahaya dan pengikut cinta, namun ia bebas dari pembatasan dan perbedaan-perbedaan dunia.

Beraneka ragam nama di alam semesta baginya merupakan selubung ilusi, yang menutupi keesaan, hidup yang satu. Hanya Satu yang hidup, dan semua manifestasi baginya merupakan fenomena dari hidup yang satu itu. Segala sesuatu yang dilahirkan, dibuat dan dibentuk, adalah buih-buih dari laut kehidupan. Ia bukan memandang keterbatasan semua itu, melainkan ia
memandangnya dalam hidup yang tak terbatas.

Tuhan seorang Sufi adalah kesempurnaan ilahi yang kepadanya ia
mengatributkan semua yang baik dan indah di dalam kesempurnaanNya; dan ia sendiri berdiri di depanNya dalam kerendahan dengan menyadari
ketidaksempurnaannya, sebagai jiwa yang bebas berkelana ke semua langit, dan kini terperangkap di dalam tubuh fisik. Tujuan hidupnya adalah membebaskan jiwa yang tersekap dalam keterbatasan, yang diperolehnya dengan mengulang-ulang menyebut nama sakral Allah, dan dengan pikiran yang konstan pada kesempurnaan ilahinya, dan cinta yang semakin berkembang terhadap Kekasih ilahinya hingga Tuhan yang dicintainya dengan kesempurnaanNya menjelma di dalam visinya, dan dirinya yang tak sempurna lenyap dari pandangannya.

Inilah yang disebutnya Fana, peleburan diri di dalam gagasan
kesempurnaannya. Untuk mencapai sasaran akhir ia secara bertahap
meningkatkan gagasan kesempurnaannya, mula-mula menjadi Fana-fi-Syekh, kesempurnaan yang dilihat di dalam makhluk hidup di bumi, dan ia melatih diri seperti seorang serdadu di dalam perang dalam pengabdian terhadap gagasan itu. Tahap berikutnya, Fana-fi-Rasul, ketika ia melihat kesempurnaan di dalam ruh, dan menggambarkan-Nya dalam segala ketinggian, dan menyandangiNya dengan kualitas keindahan yang ingin diperolehnya sendiri. Kemudian ia meningkatkan diri ke dalam Fana-fi-Allah, cinta dan pengabdian bagi gagasan kesempurnaan itu yang merupakan kesempurnaan dari semua kualitas.

Seorang Sufi tahu bahwa perkembangan dalam semua arah dalam hidup bergantung pada gagasan kesempurnaan. Seberapa tinggi gagasan kesempurnaan seseorang, setinggi itulah ia meningkat dalam hidup. Maka pada akhirnya ia melihat bahwa tiap gagasan dibuat oleh dirinya sendiri; ia merupakan pencipta setiap gagasan kesempurnaan yang diinginkannya untuk dicapai. Namun gagasan itu sendiri merupakan pembatas bagi Keberadaan yang sempurna, karena di dalamnya tidak aku dan engkau. Kemudian gagasan itu diterobos ketika mencapai sasaran
akhir ketika ego menyadari Humamanam, "Aku adalah semuanya."



Tidak ada komentar:

Posting Komentar